Selasa, 07 Juni 2016

Sekilas Tentang Jamur Beauveria Bassiana Yang Efektif Mengendalikan Wereng

CaraMengatasiWereng - Beauveria bassiana secara alami terdapat di dalam tanah sebagai jamur saprofit.
Pertumbuhan jamur di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, seperti kandungan bahan organik, suhu, kelembapan, kebiasaan makan serangga, adanya pestisida sintetis, dan waktu aplikasi. Secara umum, suhu di atas 30 °C, kelembapan tanah yang berkurang dan adanya antifungal atau pestisida dapat menghambat pertumbuhannya.

Cara infeksi jamur Beauveria Bassiana

    Sekilas Tentang Jamur Beauveria Bassiana Yang Efektif Mengendalikan Wereng
  1. Cara cendawan Beauvaria bassiana menginfeksi tubuh serangga dimulai dengan kontak inang, masuk ke dalam tubuh inang, reproduksi di dalam satu atau lebih jaringan inang, kemudian kontak dan menginfeksi inang baru. 
  2. B. bassiana masuk ke tubuh serangga inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya.  
  3. Inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga inang akan berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kulit tubuh.
  4.  Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin. 
  5.  Pada proses selanjutnya, jamur akan bereproduksi di dalam tubuh inang.
  6.  Jamur akan berkembang dalam tubuh inang dan menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati.
  7.  Miselia jamur menembus ke luar tubuh inang, tumbuh menutupi tubuh inang dan memproduksi konidia.
  8.  Dalam hitungan hari, serangga akan mati. 
  9. Serangga yang terserang jamur B. bassiana akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi dan jamur menutupi tubuh inang dengan warna putih.
Dalam infeksinya, B. bassiana akan terlihat keluar dari tubuh serangga terinfeksi mula-mula dari bagian alat tambahan (apendages) seperti antara segmen-segmen antena, antara segmen kepala dengan toraks , antara segmen toraks dengan abdomen dan antara segmen abdomen dengan cauda (ekor).
Setelah beberapa hari kemudian seluruh permukaan tubuh serangga/wereng yang terinfeksi akan ditutupi oleh massa jamur yang berwarna putih.
Penetrasi jamur entomopatogen sering terjadi pada membran antara kapsul kepala dengan toraks atau di antara segmen-segmen apendages demikian pula miselium jamur keluar pertama kali pada bagian-bagian tersebut.

Serangga yang telah terinfeksi B.bassiana selanjutnya akan mengkontaminasi lingkungan, baik dengan cara mengeluarkan spora menembus kutikula keluar tubuh inang, maupun melalui fesesnya yang terkontaminasi. Serangga sehat kemudian akan terinfeksi. Jalur ini dinamakan transmisi horizontal patogen (inter/intra generasi).


Sumber: Wikipedia

Selasa, 01 Maret 2016

Cara Mengendalikan Wereng Hijau Dengan Menggunakan Musuh Alami Supaya Memberikan Nilai Tambah Pada Tanaman Padi


Padi merupakan makanan pokok sumber kalori untuk sebagian besar penduduk dunia, terutama di Asia, dimana lebih dari 90% padi di tanam. Di Indonesia, tingkat konsumsi beras masih tinggi yaitu 139 kg/kapita/tahun.  Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingg diperkirakan kebutuhan beras pada tahun 2020 mencapai 35,1 juta ton.  Kalau produksi padi tidak meningkat, berarti pada tahun 2020 akan terjadi kekurangan beras sebanyak 4,5 juta ton (Baehaki. 2006). Adanya gangguan hama dan penyakit merupakan salah satu kendala dalam pencapaian produksi yang diharapkan.

Wereng hijau (Nepotettix viriescens) merupakan salah satu hama penting  pada  tanaman padi karena menularkan virus tungro yang dapat menurunkan hasil hingga puso.  Penyakit tungro menyebabkan jumlah anakan berkurang dan kehampaan gabah yang tinggi.  Usaha pengendalian yang banyak dilakukan adalah penggunaan insektisida.  Namun, penggunaan  insektisida dapat menimbulkan dampak negatif, bagi kesehatan manusia dan lingkungan sehingga secara tidak langsung bisa menurunkan daya saing padi.  Dengan demikian diperlukan strategi pengendalian lain yang lebih ramah lingkungan seperti penggunaan musuh alami.  Musuh alami yang biasa digunakan adalah predator, parasitoid dan patogen karena dapat mencegah meningkatnya populasi wereng hijau dan bermanfaat untuk pertanian berkelanjutan yang secara ekologis maupun ekonomi menguntungkan.

Musuh Alami adalah organisme yang menjadi faktor penghambat berkembangnya hama dan pennyakit pada tanaman.  Pemanfaatan musuh alami (agens hayati) dalam menekan kehilangan dan kerugian hasil akibat organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah satu aspek penting yang sangat berpeluang untuk menjawab tuntutan masyarakat akan produk tanaman yang berkualitas, sehat, dan aman dikonsumsi.  Produk semacam ini memiliki nilai tambah dan daya saing tinggi yang lambat laun akan menjadi buruan pasar dunia karena memberikan keuntungan lebih tinggi  dan manfaat kesehatan lebih besar.

Pemanfaatan musuh alami memiliki beberapa keuntungan yaitu : 1) selektivitas tinggi dan tidak menimbulkan hama baru, 2) organisme yang digunakan sudah tersedia di alam, 3) organisme yang digunakan dapat mencari dan menemukan inangnya, 4) dapat berkembang biak dan menyebar 5) hama tidak menjad resisten atau jika terjadi sangat lambat, 6) pengendalian dengan sendirinya  (Van Emden 1976 dalam Lubis 2005).

Menurut Chiu 1739 dalam Laba 2001, Serangga wereng mempunyai 79 jenis musuh alami yaitu 37 predator,  34 parasitoid dan 8 patogen. 


Predator : organisme yang memangsa organisme lain. Contoh-contoh predator wereng hijau antara lain :
Cara Mengendalikan Wereng Hijau Dengan Menggunakan Musuh Alami Supaya Memberikan Nilai Tambah Pada Tanaman Padi


    

Parasitoid : serangga yang memarasit (hidup dan berkembang dengan menumpang) serangga lain (yang disebut inang). Parasitoid ada yang berkembang didalam tubuh inang (endoparasit), dan ada yang berkembang di luar tubuh inang (ektoparasitoid). Inang yang diparasit dapat berupa telur, larva, nimfa, pupa atau imago serangga hama (Korlina, E. 2011).  Beberapa spesies serangga parasit nimfa dan imago wereng hijau (N.virescens) antara lain Pseudogonatopus sp. (Hymenoptera: Drynidae) dan Pipunculid sp. (Diptera).  
 

Patogen : mikroorganisme yang menginfeksi organisme lain. Contoh agens hayati patogen yang telah diketahui dan dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan wereng hijau (N.viresens) adalah jamur entomopatogen diantaranya Beauveria bassiana dan Metharizium anisopliae. Aplikasi jamur entomopatogen tersebut menekan keperidian dan kepadatan populasi wereng hijau tetapi tidak mempengaruhi kepadatan populasi musuh alami (Widiarta dan Kusdiman  2007).

Ada beberapa cara yang perlu dilakukan dalam upaya pengembangan musuh alami di lapangan yaitu :

  1. Introduksi : pengimporan satu atau lebih musuh alami dari tempat asalnya. Introduksi dilakukan bila hama disuatu daerah belum mempunyai musuh alami.
  2. Augmentasi : perbanyakan musuh alami dengan mengintroduksi musuh alami dari luar yang sebelumnya diperbanyak di laboratorium dan selanjutnya dilepas sewaktu-waktu atau secara teratur. 
  3. Konservasi : upaya untuk melestarikan musuh alami yang sudah ada di suatu tempat dan mengefektifkan fungsinya.  
Untuk melestarikan musuh alami seharusnya memperhatikan beberapa hal diantaranya : 
  1. Tempat perlindungan musuh alami. 
  2. memodifikasi sitem budidaya tanaman. 
  3. Penggunaan pestisida secara terbatas dan selektif.
Pangan khususnya beras semakin dituntut untuk aman bagi konsumen, oleh karena itu proses produksi yang ramah lingkungan dalam pengendalian penyakit tungro perlu dilakukan agar memiliki nilai tambah dan daya saing yang tinggi.  Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan pengendalian penyakit tungro adalah penggunaan musuh alami yang didukung oleh pola tanam polikultur, pergiliran tanaman/varietas tahan serta penggunnaan pestisida secara bijaksana.

Perlu diterapkan sistem ekolabeling untuk produk-produk pertanian ramah lingkungan khususnya beras yang notabene sebagai makanan pokok dan memberi penghargaan (rewarding) kepada petani yang telah berproduksi dengan benar. Begitupun dengan konsumer yang turut berkontribusi dalam pengembangan pertanian yang sehat. Dengan demikian, produk hasil pertanian akan memiliki nilai tambah dan daya saing yang tinggi.


Sumber: http://lolittungro.litbang.pertanian.go.id/

Jumat, 02 Oktober 2015

Daun dan Biji Sirsak: Pestisida Alami Untuk Mengendalikan Wereng


Daun dan Biji Sirsak: Pestisida Alami Untuk Mengendalikan Wereng 

SeputarPadi - Serangan hama wereng pada tanaman padi akhir-akhir ini semakin meningkat. Di beberapa wilayah di Jawa seperti Banyumas, Probolinggo dan Ponorogo, hama wereng telah merusak puluhan bahkan ratusan hektar sawah petani. Produksi sawah yang tadinya 6.2 ton/ha, sekarang hanya mampu mendapai 5.4 ton/ha. Petani terancam rugi, ketersediaan pangan nasional pun terancam berkurang.

Wereng adalah sebutan umum untuk serangga penghisap cairan tumbuhan. Ukuran tubuhnya  kecil. Terdapat beberapa jenis hama wereng, beberapa diantaranya antara lain wereng hijau dan coklat. Karena hanya bisa  hidup dengan menghisap cairan tumbuhan, wereng menjadi hama penting dalam budidaya tanaman, selain sebagai pemakan langsung, wereng juga menjadi vektor bagi penularan sejumlah penyakit tumbuhan dari kelompok virus.

Wereng memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungannya. Bahkan, suatu jenis wereng mampu menghasilkan keturunan yang tahan terhadap kondisi tertentu.

Penggunaan satu jenis varietas secara terus menerus bisa menjadi salah satu faktor penyebab ledakan hama wereng. Untuk itu, pergiliran tanaman dan varietas perlu dilakukan untuk memutus rantai hidup wereng. Selain itu, penjarangan pada jarak tanam juga mampu mengurangi serangan hama wereng.

Dalam melakukan kegiatan pertanian keseimbangan ekosistem dan rantai makanan harus terjaga. Keberadaan predator alami wereng seperti laba-laba, kumbang, kepik permukaan air, dan belalan bertanduk panjang akan mampu mengendalikan polpulasi hama wereng. Untuk itu, kita perlu menjaga tempat hidup dari para predator tersebut yang biasanya hidup dalam semak dan beberapa tanaman gulma. Jika pengendalian kultur teknis serta pengendalian secara biologi tersebut tidak mampu mengatasi serangan hama, maka kita bisa melakukan pengendalian secara mekanis yaitu dengan menggunakan perangkap lampu di malam hari.

Susan Lusiana, Penanggung Jawab Pusdiklat Pertanian Berkelanjutan Serikat Petani Indonesia (SPI) menyebutkan bahwa alternatif terakhir ketika serangan hama sudah melebihi ambang batas ekonomi adalah dengan melakukan pengendalian dengan penggunaan pestisida alami.
“Pestisida alami bersifat mengurangi serangan hama, bukan untuk membunuh hama. Oleh karenanya penggunaan pestisida alami tidak akan mematikan predator alami dari hama tersebut. Cara kerjanya adalah mengusir hama dengan bau tertentu ataupun dengan menghilangkan nafsu makan hama,” ungkap Susan.
“Untuk mencegah hama wereng, bahan yang sering digunakan adalah biji mahoni atau biji atau daun sirsak.  Di dalam bahan ini terdapat repellent (penolak serangga) dan antifeedant (penghambat nafsu makan),” tambah Susan.

 

Daun dan Biji Sirsak: Pestisida Alami Untuk Mengendalikan Wereng
Berikut ini beberapa tips dari Susan mengenai pembuatan pestisida alami dari daun sirsak:
Untuk membuat pestisida alami dari daun sirsak diperlukan daun sirsak sebanyak 1 genggam, rimpang jeringau sebanyak 1 genggam, bawang putih 20 siung, sabun colek 20 gr dan air sebanyak 20 liter. Daun sirsak berfungsi sebagai penghamabat nafsu makan serangga, sedangkan jeringau dan bawang putih berfungsi untuk pengusir serangga dengan baunya yang khas. Bawang putih juga mengandung alisin yang akan membantu pertumbuhan jaringan yang rusak. Sementara itu sabun colek berfungsi sebagai perekat ketika larutan disemprotkan.

 
Cara pembuatan:
Daun sirsak, rimpang jeringau, dan bawang putih ditumbuk sampai halus, kemudian dicampur dengan sabun colek. Campuran tersebut kemudian direndam dalam air 20 liter selama dua hari. Larutan selanjutnya disaing dengan kain halus dan siap diaplikasikan. Setiap 1 liter air saringan diencerkan dalam 15 liter air, kemudian disemprotkan merata ke bagian bawah tanaman padi.
 
Cara lainnya yakni :
menggunakan biji dan daun sirsak yang sudah dicincang halus sebanyak 250 gram, dicampur dengan mikroba (efektif mikroorganisme) sebanyak 50 ml, tetes gula sebanyak 50 ml, dicampur dengan 1 liter air. Keseluruhan bahan dimasukan ke dalam drum plastik, tutup drum rapat-rapat dan simpan ke dalam ruangan yang hangat (20-35 derajat celcius) dan tidak terkena sinar matahari langsung. Aduk secara teratur dengan cara menggoyangkan ember dan tutup drum dibuka sebentar untuk membebaskan gas. Fermentasi akan mulai dan gas akan dibebaskan dalam 2-5 hari. Lalu masukkan ekstrak yang dihasilkan ke dalam botol plastik setelah disaring. Penggunaan Ekstrak dapat dilakukan dengan  disiramkan ke tanah atau tanaman secara merata dalam bentuk larutan dengan dosis 5-10 cc/liter air. Penyemprotan pada tanaman yang dilakukan setelah pertumbuhan tunas, secara kontinyu sebelum hama atau penyakit muncul, penyemprotan dilakukan sore atau pagi hari, di waktu angin tidak bertiup kencang atau setelah hujan.

Sumber: http://www.spi.or.id

Selasa, 05 Mei 2015

Wereng adalah...

Wereng adalah sebutan umum untuk serangga penghisap cairan tumbuhan anggota ordo Hemiptera (kepik sejati), subordo Fulgoromorpha, khususnya yang berukuran kecil. Tonggeret pernah digolongkan sebagai wereng (di bawah subordo Auchenorrhyncha) namun sekarang telah dipisah secara taksonomi.
Wereng adalah sebutan umum untuk serangga penghisap cairan tumbuhan anggota ordo Hemiptera (kepik sejati), subordo Fulgoromorpha, khususnya yang berukuran kecil. Tonggeret pernah digolongkan sebagai wereng (di bawah subordo Auchenorrhyncha) namun sekarang telah dipisah secara taksonomi. Karena eksklusif hidup dari tumbuhan, sejumlah anggotanya menjadi hama penting dalam budidaya tanaman. Selain sebagai pemakan langsung, wereng juga menjadi vektor bagi penularan sejumlah penyakit tumbuhan penting, khususnya dari kelompok virus.

Beberapa buku masih menggunakan nama Auchenorrhyncha untuk menyebut Fulgoromorpha.


Ciri Ciri:

Nimfa dari Fulgoroida memproduksi lilin dari keenjar khusus di perut dan bagian tubuh lainnya. Lilin ini bersifat hidrofobik dari membantu menyembunyikan serangga dari pemangsa. Betina dewasa juga memproduksi lilin untuk melindungi telur.
Wereng merupakan vektor dari beberapa penyakit tumbuhan, terutama fitoplasma yang hidup di floem tumbuhan dan ditularkan oleh wereng ketika menyerap nutrisi dari batang tumbuhan.
Sejumlah anggota Fulgoroidea yang telah punah diketahui dari catatan fosil seperti Emiliana dari zaman Lutetian yang hidup di Colorado, Amerika Serikat.


Contoh wereng yang menjadi hama pertanian

Wereng hijau (Nephotettix spp.)
    Merupakan hama utama padi karena penyebar virus tungro. Virus yang menyebabkan penyakit ini yaitu Rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV) dan Rice tungro spherical badnavirus (RTSV). Penyakit tungro dapat menyebabkan kehilangan hasil yang besar pada produksi tanaman padi. [4]

Wereng coklat (Nilaparvata lugens)
    Wereng batang cokelat (WBC) merupakan salah satu hama penting pada pertanaman padi karena mampu menimbulkan kerusakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan secara langsung terjadi karena hama ini mempunyai kemampuan mengisap cairan tanaman yang menyebabkan daun menguning, kering dan akhirnya mati yang dikenal dengan gejala hopperburn. Kerusakan secara tidak langsung terjadi karena serangga ini merupakan vektor penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa.[5] Wereng batang cokelat merupakan hama penting tanaman padi di Indonesia yang sejak tahun 1985 telah mengancam target swasembada beras. Faktor utama yang berkontribusi terhadap meningkatnya populasi dan serangan wereng batang cokelat dalam beberapa tahun terakhir ini adalah potensi biotik wereng batang cokelat yang tinggi, faktor abiotik dan sistem budidaya padi yang mendukung berkembangnya populasi wereng batang cokelat.[6] Predator untuk mengendalikan wereng ini adalah Cyrtorhinus lividipennis (Hemiptera: Miridae).[7]

Wereng punggung putih (Sogatella furcifera)
    Wereng sebagai hama sulit dikendalikan karena memiliki berbagai biotipe yang masing-masing memiliki kesukaan tersendiri terhadap kultivar yang berbeda-beda pula.

Jumat, 06 Februari 2015

Cara Mengendalikan Hama Wereng dengan Jamur Beauveria Bassiana

Cara Mengatasi Wereng - Permasalahan lapang yang dihadapi petani merupakan inspirasi program Dinas Pertanian Kab. Jombang. Sesuai kaedah pelayanan public lembaga pemerintah dimana setiap aspirasi dan keluhan masyarakat menjadi landasan pelayanan bagi masyarakat. Berbagai permasalahan yang muncul dilapang perlu kiranya menjadi skala prioritas dengan berbagai pertimbangan dalam rangka penanganannya.

Kepala Dinas Pertanian Kab. Jombang Hadi Purwantoro mengungkapkan, untuk menangani permasalahan lapang yang dinamis maka inovasi teknologi menjadi alat handal untuk mengatasi hal tersebut. Semakin tingginya tantangan pembangunan pertanian kedepan maka perlu diperhitungkan pula penanganan permasalahan dengan tepat, efektif dan efisien. Untuk itu diperlukan kajian mendalam untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang ada.

Kelompok Budaya Kerja (KBK) Si aktiv Dinas Pertanian Kab. Jombang merupakan kelompok kecil yang dibentuk dalam rangka melakukan kajian lapang secara ilmiah. Tambah Pak Bambang selaku Kabag Organisasi. Hal ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi dan mengawal pelaksanaan kebijakan para pejabat berwenang dalam mengatasi permasalahan lapang yang menjadi prioritas pemecahan.

Cara Mengendalikan Hama Wereng dengan Jamur Beauveria BassianaBerdasarkan hasil kajian lapang musim lalu, Permasalahan hama wereng ternyata masih menjadi keluhan utama petani Jombang yang harus dipecahkan. Melalui tujuh langkah dan tujuh alat analisa, KBK Si Aktiv menggunakan Jamur Beauveria bassiana untuk mengatasi permasalahan tersebut. Jamur ini merupakan musuh alami bagi hama wereng. Dalam dunia pertanian dikenal dengan istilah Agens hayati atau musuh alami. Hal ini senada dengan Visi Dinas Pertanian yang mengarahkan pembangunan pertanian secara berkelanjutan. Ungkapkan Ketua KBK Si Aktiv Rudi Priono disela sela kegiatannya. Kelestarian lingkungan menjadi salah satu pertimbangan dalam memberikan kebijakan teknis dilapang, imbuhnya.

Beauveria bassiana merupakan jamur yang mampu berkembang biak dengan menginfeksi wereng batang coklat dan beberapa hama lain. Pada kondisi lembab tetapi cukup sinar matahari menjadikan ekosistem sangat mendukung perkembangbiakan wereng. Hal ini biasanya disebabkan pada kondisi iklim yang basah di area lahan pertanian. Sebenannya hal ini bisa diminimalisir dengan jarak tanam yang lebih lebar antara 25 x 30 Cm. Selain itu kebiasaan petani untuk menggenang tanaman dengan air juga memicu tingkat serangan selain penggunaan varietas yang tidak tahan serangan wereng.

Hal inilah yang dilakukan Dinas Pertanian Kab. Jombang melalui KBK Si Aktiv untuk mengatasi permasalahan petani. Dari hasil yang dicapai ternyata mampu memikat hati Tim Juri dalam presentasi Lomba Gelar Budaya Kerja yang dilakukan oleh Biro Organisadi Provinsi Jatim di Kota Kediri Jawa Timur bulan lalu. Event ini diikuti oleh sekitar 60 Tim KBK dari SKPD lingkup Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota se Jawa Timur. Peringkat II pun bisa diraih KBK Si Aktiv dengan penghargaan yang diberikan secara langsung oleh Gubernur Jatim Pak De Karwo tanggal 18 Nopember lalu. Penerimaan penghargaan inipun di saksikan secara langsung oleh Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan RB Yudi Crisnandi serta seluruh Bupati dan Walikota se Jatim.

Nyono Suharli selaku Bupati Jombang menambahkan, dalam pembangunan pertanian kedepan mutlak diperlukan konsep berbasis ramah lingkungan untuk menopang pertanian berkelanjutan. Ekosistem yang seimbang, dimana rantai makanan bisa berperan dengan baik akan mengurai berbagai resiko hama penyakit dalam kegiatan budidaya pertanian.

Silahkan lihat dengan seksama penjelasan tentang spora Beauveria Bassiana berikut ini:







Sumber:
http://pertanian.jombangkab.go.id/berita-dinas/program-kegiat/435-kendalikan-wereng-dengan-jamur-siaktiv-diperta-runner-up-jatim

Mengatasi Serangan Wereng Cokelat

Mengatasi Serangan Wereng Cokelat

Mengatasi Serangan Wereng Cokelat - Dampak pemberitaan ini telah membuka mata dan hati kita semua yang peduli terhadap nasib petani, bahkan telah mendorong Gubernur Jabar untuk menjadi “petani” yang sedang menggendong sprayer untuk menyemprot wereng cokelat dengan insektisida tanpa memakai sarung tangan dan masker pelindung (mungkin lupa atau mungkin jenis insektisida yang disemprotkan tidak berbahaya?). Pada kesempatan tersebut, Gunernur didampingi pula oleh Pak Entang Ruchiyat (Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat), Bupati Cirebon dan petugas lainnya. Aksi penyemprotan tersebut menurut istilah “PR” sebagai cara “gropyokan” yang menurut hemat saya, istilah ini kurang tepat. Mungkin akan lebih cocok dengan istilah “penyemprotan massal” sebab istilah “gropyokan” biasanya dipakai untuk mengendalikan hama tikus secara fisik dan mekanis secara langsung dengan tangan maupun menggunakan alat yang melibatkan banyak tenaga kerja (perburuan massal).

Penulis mendukung tindakan Gubernur Jawa Barat beserta aparat teknisnya yang responsif untuk segera menekan laju serangan wereng cokelat agar tidak meluas. Mari kita tunggu hasilnya. Tindakan ini pula dimaksudkan agar petani tidak trauma terhadap peningkatan serangan wereng cokelat secara mendadak (eksplosi) yang jika dibiarkan dapat mengancam produksi padi Jawa Barat khususnya di Cirebon.


Hal ini sesuai dengan Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman pada penjelasan umum alinea 16 yang berbunyi, “Perlindungan tanaman merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk melindungi tanaman dari serangan organisme pengganggu tumbuh-tumbuhan. Kegiatan tersebut meliputi pencegahan masuknya, pengendalian dan eradikasi organisme pengganggu tumbuhan. Pelaksanaan perlindungan tanaman menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah. Dalam hal terjadi eksplosi serangan organisme pengganggu tumbuhan, pemerintah bertanggung jawab untuk menanggulanginya bersama masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut kesemuanya bertujuan untuk mengamankan tanaman dari serangan organisme pengganggu tumbuhan yang tujuan akhirnya menyelamatkan produksi baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Oleh karena itu masyarakat diharapkan berperan serta untuk melaporkan terjadinya serangan organisme pengganggu tumbuhan pada tanaman di wilayahnya, terutama yang sifatnya eksplosi dan sekaligus berusaha untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan tersebut. Mengingat bahwa dalam hal-hal tertentu kegiatan perlindungan tanaman menggunakan pestisida maka harus memperhatikan keselamatan manusia dan kelestarian lingkungan hidup.”


Bagaimana respons para pakar perlindungan tanaman (sebagai anggota masyarakat) terhadap kemunculan kembali wereng cokelat di pesawahan petani pantai utara Jawa Barat? Tulisan ini tidak bermaksud menggurui para pakar yang sudah berpengalaman dalam mengatasi meluasnya serangan wereng cokelat, tetapi sekadar membangkitkan kepedulian untuk sama-sama memberikan masukan mengenai strategi terbaik dalam mengendalikan wereng cokelat menurut aturan pemerintah yang berlaku dan landasan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga di kemudian hari tidak timbul masalah yang lebih merugikan bagi petani maupun lingkungan hidup sekitar pesawahan. 


Mengapa wereng batang cokelat muncul kembali pada bulan Juli tahun ini?
Dari informasi yang dihimpun “PR”, wereng cokelat pada awal bulan Juli sudah mengganas di areal pertanian Jawa Tengah mencapai ribuan hektare seperti di Demak, Pemalang, Grobogan, Klaten, Kudus, Pati dan Jepara dengan tingkat serangan sampai ada yang puso/tidak menghasilkan dan puluhan ribu hektare terancam. Pada pertengahan bulan Juli ribuan hektare tanaman padi milik petani di Cirebon dilaporkan puso.

Organisme pengganggu tanaman (wereng dan sundep) telah menyerang sedikitnya 5.000 hektare sawah yang tersebar di wilayah Cirebon meliputi kecamatan Pabedilan, Karangsembung, Waled, Ciledug, Lemahabang, Losari, Gebang, Astanajapura dan Pangenan (Cirebon Timur). Di Cirebon Barat serangan wereng masih sebatas spot-spot yaitu di Sumber, Kedawung, Cirebon Selatan dan Plumbon (”PR” 19/07/05). Sehari kemudian “PR” melaporkan, serangan wereng sudah mencapai 8.000 hektare (”PR” 21/07/05). Makin meluasnya serangan wereng cokelat ini sangat mengkhawatirkan petani, sedangkan petani tidak mampu lagi untuk melakukan pengendalian secara madiri, maka perlu uluran tangan baik dari pemerintah (gubernur, bupati beserta aparat teknis terkait) maupun saran dan tindakan dari para pakar perlindungan tanaman untuk segera melakukan aksi nyata agar serangan wereng cokelat tidak meluas.
Untuk maksud tersebut diperlukan informasi awal yang lengkap dan sistematis. Salah satu sumber informasi adalah dari harian “PR” dengan rangkuman sebagai berikut:

Menurut Baehaki (”PR” 26/07/05), penyebab munculnya kembali serangan wereng cokelat adalah faktor pertama terjadinya anomali musim (keganjilan) yaitu adanya hujan di musim kemarau sehingga kelembaban udara dan temperatur menjadi kondisi yang optimal untuk perkembangan populasi wereng cokelat. Wereng cokelat memiliki biological clock (mampu berkembang biak di musim hujan maupun kemarau.

Faktor kedua perkembangan wereng cokelat bersifat strategis dan cepat menemukan habitat baru sebelum habitat lama “katastropi”.
Faktor ketiga wereng cokelat memiliki genetik plastisitas yang tinggi (mampu beradaptasi secara cepat pada varietas padi yang baru (membentuk biotipe yang lebih ganas daripada sebelumnya). Wereng cokelat juga mampu dengan cepat melemahkan kerja insektisida (resisten).
Faktor keempat tingginya serangan wereng cokelat dapat dipicu oleh perilaku manusia mulai dari para petani yang salah menggunakan pestisida sehingga menimbulkan resurjensi (bertambahnya populasi lebih tinggi dari populasi awal sebelum disemprot insektisida).

Faktor kelima berkurangnya peran penyuluh pertanian dan petugas pengamat hama dalam melakukan monitoring perkembangan hama di lapangan. 
Faktor keenam kebijakan pemerintah yang kurang mendukung upaya penelitian varietas baru tanaman padi yang lebih tahan wereng cokelat. Faktor lain, pola tanam yang tidak serempak serta banyaknya petani yang menanam varietas tidak tahan wereng cokelat (varietas kemauan sendiri seperti “Goyang dombret” , “Inul”, “Citarum”, “Galur”, “Ketan” dan lain-lain) (”PR” 22/07/05).

Seluruh faktor pemicu timbulnya kembali ledakan serangan wereng cokelat di pertanaman padi milik petani tersebut harus dijadikan pijakan untuk penyusunan strategi pengendalian wereng cokelat yang efektif dan ramah lingkungan. Untuk maksud tersebut diperlukan rangkaian pengkajian dan penelitian secara komprehensif dan terpadu dalam satu kesatuan koordinasi.


Mengapa harus belajar dari pengalaman tahun 80-90?

Seperti yang diberitakan “PR” (26/07/05), kita pada satu dasawarsa 1980-1990 telah berhasil menekan serangan wereng cokelat sehingga disebut “periode emas” karena Indonesia dinilai FAO (organisasi pangan PBB) sukses berswasembada beras. Mengapa waktu itu bisa berhasil? Keberhasilan tersebut tidak lepas dari kesungguhan pemerintah dan partisipasi masyarakat (dukungan para pakar, kesadaran pengusaha formulasi pestisida dan kepatuhan serta kesungguhan petani) setelah diterbitkannya Inpres No. 3 Tahun 1986. Sebagai tonggak pertama penerapan sistem pengendalian hama terpadu pada hama tanaman padi, yaitu sistem pengendalian populasi hama dengan menerapkan berbagai cara pengendalian yang serasi sehingga tidak menimbulkan kerugian ekonomi dan aman terhadap lingkungan.

Salah satu ketentuan dari Inpres No. 3 tahun 1986 tersebut adalah melarang penggunaan 57 jenis insektisida pada tanaman padi yang berspektrum lebar (tidak selektif) terutama dari insektisida golongan organofosfat setelah diketahui menimbulkan kasus resurjensi (meningkatnya populasi hama setelah aplikasi pestisida). Serta merekomendasikan jenis insektisida yang selektif dari golongan carbamat (BPMC, MIPC) dan penghambat pembentukan kitin serangga dari golongan Benzoil urea seperti buprofezin.

Penulis sempat membaca “PR” terbitan Senin 1 Agustus 2005, yang melaporkan bahwa tindakan pemberantasan wereng cokelat yang diinstruksi Gubernur Jabar belum kelihatan hasilnya bahkan serangan wereng makin meluas. Dari informasi tersebut terdapat sinyalemen penggunaan pestisida palsu yang beredar di kalangan petani. Apa betul? Apakah ini bukan diakibatkan oleh faktor lain seperti berkurangnya peran musuh alami wereng (predator, parasitoid dan patogen) karena penggunaan insektisida yang seenaknya sendiri, atau mungkin insektisida yang dianjurkan dipakai sudah tidak efektif (sudah menimbulkan gejala resistensi atau resurjensi)? Kemungkinan lain wereng cokelat sudah membentuk biotipe baru sebagai respons terhadap tanaman padi varietas tahan (IR 64)?

Beberapa kalimat tanya tersebut sebagai umpan balik agar masalah serangan wereng cokelat menjadi perhatian para pakar perlindungan tanaman yang masih peduli terhadap nasib petani padi.

Dari rangkaian kronologis peristiwa timbulnya kembali serangan wereng cokelat pada tahun ini, penulis menyampaikan saran kepada para penentu kebijakan di bidang perlindungan tanaman pangan yaitu: 
  1. Aktifkan kembali para petani yang telah mengikuti Sekolah Lapang PHT (SL PHT) untuk memantau perkembangan populasi wereng cokelat berikut keberadaan musuh alaminya (predator, parasitoid dan patogen hama) pada areal tanaman padi yang masuk ke dalam tanggung jawab kelompoknya di bawah bimbingan petugas pengamat hama/PPL. 
  2. Klasifikasikan areal tanaman padi yang terserang wereng cokelat ke dalam kriteria serangan berat (puso), agak berat, sedang, ringan dan tidak terserang, yang dilengkapi dengan informasi penerapan teknik budi daya (varietas padi, pemupukan, aplikasi pestisida jenis dan dosis, penyiangan, pengairan) hama lain dan penyakit. Jika menemukan serangan berat lengkapi dengan informasi varietas yang ditanam. 
  3. Lakukan pelarangan peredaran jerami padi dari daerah serangan ke daerah yang belum terserang.
  4. Lakukan evaluasi terhadap pestisida yang digunakan (jenis, dosis, cara dan waktu aplikasi, interval penyemprotan, dicampur, tidak dicampur, efektivitas).
  5.  Lakukan seleksi terhadap jenis pestisida yang dipakai (masih efektif, kurang efektif, tidak efektif).
  6. Gunakan insektisida yang masih efektif menurut ambang ekonomi hama dengan memperhatikan teknik aplikasi yang benar agar dampak negatif sewaktu aplikasi dapat diperkecil. 
  7. Tindak lanjuti dengan penelitian jika pada varietas IR 64 terserang berat wereng cokelat.
  8. Sosialisasikan kepada para petani dan petugas peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan tanaman berikut ketentuan tindak pidananya. 
  9. Terapkan sistem pengendalian hama terpadu untuk musim tanam yang akan datang (Pemanfaatan pengendalian alami setempat; Pengelolaan ekosistem persawahan dengan cara bercocok tanam seperti penggunaan varietas tahan; pergiliran tanaman/varietas; sanitasi lingkungan; Mengatur masa tanam; aspek bercocok tanam lainnya; Penerapan pengendalian nonkimiawi dan penggunaan pestisida secara bijaksana (selektif fisiologis dan ekologis).
  10. Berlakukan kembali sistem informasi organisasi penerapan PHT di tingkat petani (Pemantauan agro ekosistem, pengambilan keputusan dan program tindakan.


Penulis, staf pengajar Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Faperta Unpad, peneliti pada Puslit Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Lembaga Penelitian Unpad.


Popular Posts